Edisi Revisi
GURU MARZUKI
Pendahuluan
Bismillahi rrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah
yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada hambanya shalawat dan salam
tertuju kepada junjungan nabi besar kita Muhammad saw dan keluarga serta
sahabatnya sekalian.
Bila kita meninjau
secara umum sejarah pertumbuhan dan perkembangan Islam sejak masa Rasulullah
saw hingga abad ke 15 H, ini mengalami empat periode.
1.
periode
permulaan Islam mulai masa Rasulullah hingga masa khulafaurrasydin
2.
periode
kejayaan mulai masa Daulat Mu’awiyyah sampai Daulat Abbasiyah
3.
Periode
kemunduran mulai masa daulat Mugholiyah sampai abad ke 14 hijriyah.
4.
Periode
kebangkitan mulai permulaan abad ke 15 hijriyah sampai sekarang.
Dengan mengetahui perkembangan Islam, para pembaca dan pecinta ilmu
pengetahuan diharapkan menyadari bahwa Islam senantiasa bertumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Setelah Islam mengalami kemunduran sedang Daulah islam menjadi
berserakan di kuasai lawan, namun orang-oranganya tidak tinggal diam mencari
peluang untuk mengembalikan kejayaan seperti semula, maka tersebarlah agama
Islam dibawa oleh pedagang-pedangan bangsa Arab masuk ke tiap pelosok penjuru
Dunia. Bahkan sampai juga ke Indonesia sekitar abad ke-13.
Di kampung Muara ( Cipinang Muara ) yang berada diwilayah
Jatinegara ( Mester )sebelah selatan dari pasar kelender, sekitar abad ke –19
dan ke- 20 adalah daerah yang masih relatif sedikit penduduknya, dengan
penduduk yang yang masih jahil terhadap
aqidah dan ajaran-ajaran syariat islam. Perbuatan maksiat, khurafat, bid’ah tak
asing lagi dilakukan oleh orang-orang yang jahil. dimana-mana banyak orang yang berbuat syirik
kepada Allah swt. Tetapi dengan izin Allah swt, berubah menjadi kampung yang harum
didengar dan sebagai basis penyebaran agama Islam. Berbondong - bondong orang
pergi menuju ke kampung Muara untuk menimba ilmu sebagai langkah awal dalam
usaha menyebarkan agama Islam. Banyak para tokoh Islam yang ternama, yang
tersebar keseluruh pelosok kota Jakarta khususnya menimba ilmu di kampung
Muara, sehingga nama Cipinang Muara menjadi harum dan dikenal. Siapakah sosok
yang menjadikan kampung Muara harum namanya, yang melahirkan para da’I dan
tokoh-tokoh cendikiawan muslim? beliau adalah Tuan Guru Marzuki, ulama besar,
panutan ummah didaerah Jakarta khususnya. Dan beliau disebut juga dengan Sibawaihi fi zamanihi artinya : seakan Sibawaihi “Tokoh ternama dalam fan
ilmu Nahwu” hidup kembali menjelma di Guru Marzuki. begitulah sebagian ulama menjuluki Guru
Marzuki.
B. Latar Belakang Sejarah
Hidup Guru Marzuki
B. 1. Riwayat Hidup
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Marzuki dilahirkan pada
malam ahad tanggal 16 Ramadhan 1293 H. (
1876 M ) di Rawa Bangke ( sekarang Rawa Bunga) didaerah Jatinegara ( mester )
Jakarta timur. Guru Marzuki adalah anak pertama dari dua bersaudara., adiknya
adalah seorang wanita yang bernama Mardiyah. Ayahnya bernama Ahmad Mirshod bin
Hasnum bin Khatib Saad bin Sulthan yang diberi gelar Laksana Malayang salah
seorang pangeran dari kesultaanan Fattoni di Muangthai Selatan atau Srilanka.
Ibundanya adalah seorang wanita yang sholihah tekun beribadah serta membimbing
Guru Marzuki hingga menjadi seorang yang sangat harum namanya. Nama ibundanya
adalah Hj. Fatimah binti H. Syihabuddin bin Maghrib Almadury berasal dari tanah
Madura keturunan dari Maulana Ishaq yang kuburannya di kota Gresik Jawa Timur.
Kakeknya H. Syihabuddin adalah seorang Khotib di Masjid Jami’ Al-Anwar Rawa
Bangke ( diperkirakan berdiri sejak awal abad ke – 19 ). Guru Marzuki mempunyai
18 anak dari empat istri. Diantaranya:
Keturunan dari istri yang pertama yaitu Hj Sholihah adalah:







Sedangkan keturunan dari
istri yang kedua yaitu Hj. Malihah
adalah :









Sedangkan dari istrinya yang ketiga ( Hj. Hasanah ) beliau dianugerahi satu
keturunan yaitu :

Dan dari istrinya yang keempat ( Hj. Fatimah ) mempunyai
satu keturunan yaitu: H. Mahdor.
Dari kedelapan belas anaknya, Guru Marzuki juga mempunyai
mantu yang menjadi ulama besar sebagai penerus beliau.Diantaranya KH. Muhammad
Thohir bin H. Ja’aman. KH. Muhammad tohir adalah salah satu dari murid-murid
Guru Marzuki yang menikah dengan anaknya yang kedua dari istrinya yang pertama
yaitu HJ. Habibah. KH. Muhammad Thohir inilah yang meneruskan perjuangan pondok
pesantren Guru Marzuki setelah senggang beberapa tahun dari meninggalnya Guru
Marzuki, belum ada salah satu dari anaknya yang dapat bertahan lama untuk
meneruskan perjuangan ayahnya, hanya beberapa bulan saja. Namun ternyata
karomah Guru Marzuki turun kapada mantunya KH. Muhammad Thohir. Beliaulah yang
meneruskan perjuangan Guru Marzuki. Yang kedua KH. Ali Syibromalisi putra dari
ulama besar di daerah Kuningan yaitu KH. Abdul Mughni ( Guru Mughni ).KH. Ali
Syibromalisi menikah dengan salah satu putrid dari Guru Marzuki yang bernama
HJ. Syaikho.
B. 2. Petulangan Syeikh Marzuki dalam menimba ilmu agama
Pada usianya yang ke sembilan tahun, Guru Marzuki
ditinggal wafat oleh ayahnya yang tercinta, usia yang masih sangat membutuhkan
pendidikan dan perawatan dari ayahnya. Namun meskipun Guru Marzuki telah
ditinggal wafat ayahnya, ibundanya Hj. Fatimah seorang ibu yang solihah dan
taqwa tidak berputus asa, beliau tetap merawat dan mendidik serta mendoakan
Guru Marzuki untuk menjadi seorang yang alim dan pandai dalam bidang ilmu agama
meskipun dalam kehidupan yang sangat sederhana di kampung yang terpencil, yairu
Rawa Bangke ( Rawa bunga ). Guru Marzuki diajarkan cara berakhlak yang baik
oleh ibundanya hingga pada usianya yang ke dua belas tahun, ibundanya
menyerahkan Guru Marzuki kepada seorang guru ngaji yang bernama Haji Anwar
untuk diajarkan dan didik cara membaca alquran dan pendidikan agama Islam lainnya. Tak lama kemudian pada usianya yang
ke-enam belas tahun, Syeikh Marzuki langsung diserahkan oleh ibunya kepada
salah seorang keturunan Arab dari Dzurriyah Rasul yaitu Said Usman bin
Muhammad Banahsan Said Usman memberikan pendidikan agama dengan mengajarkan
berbagai macam kitab-kitab salaf seperti Nahwu, Lughoh, Fiqh, Tauhid dan
lain-lain. Semasa mendapat pendidikan dari Sayid Usman, Guru Marzuki belajar
dengan tekun dan penuh kesabaran dan tidak mudah berputus asa, walaupun dalam
kondisi apa adanya. Rupanya kesabaran itulah yang merupakan titik awal Guru
Marzuki untuk terus mendalami ilmu agama hingga menjadi seorang yang sangat
alim dan disegani. Guru Marzuki juga banyak menghafal, baik berupa nazhom atau
matan. Ternyata menghapal ini sangat bermanfaat sekali bagi orang yang suka
menuntut ilmu. Tepat sekali dengan bunyi syair dalam kitab Majmu’ah Sab’atu
kutub Mufidah:
“Apabila engkau tidak ada
usaha untuk mnghapal
maka semua ilmu yang
terkumpul dalam kitab tiada guna
inginkah engkau datang
kemajlis ilmu dalam keadaan bodoh
sedangkan ilmumu tertinggal
dikitab begitu saja.”
B.3. Perjalanan Menuju Kota Mekkah
Melihat kecerdasan dan kekuatan menghafal Guru Marzuki begitu pesat, hingga dapat melebihi dari
murid-murid lainnya pada usianya yang ke enam belas tahun, Said Usman meminta
izin kepada ibundanya yang solehah untuk mengizinkan Guru Marzuki belajar ilmu
agama lagi di kota yang sangat terkenal, kota dimana Rasulullah dilahirkan,
yaitu Makkah Al- Mukarromah. Rupanya tradisi para ulama dahulu khususnya bangsa
Indonesia bila seorang yang masih terasa haus dengan ilmu agama mereka
melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke kota Mekkah. Karena disana banyak
didapat ulama-ulama yang terkenal dan memiliki kualitas keilmuwan yang sangat
luas serta memiliki berbagai macam karangan kitab yang sangat besar. Bahkan semua jenis macam
ilmu terkumpul disana. Dan hampr seratus persen semua ulama yang berasal dari
Indonesia mereka menimba ilmu agama
dikota Mekkah diantaranya KH. Abdul Mughni dari Kuningan, KH. Abdul Majid
Pekojan KH Moh. Mansur Jembatan Lima, KH. Ahmad Kholid Gondangdia, Said Usman
bin Yahya, Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Khotib Minkabawi dan ulama-ulama lainnya
baik yang tinggal dan menetap di Mekkah atau yang pulang ke Negrinya Indonesia.
Hal ini dialami juga oleh
Guru Marzuki. Perjalanannya menuju ke Kota Mekkah tidak semudah masa sekarang
ini, cukup dengan menaiki pesawat terbang, dengan perjalanan yang sangat
singkat sudah dapat sampai disana. Berbeda dengan perjalanan Guru Marzuki,
sekitar bulan Rajab atau sya’ban tahun 1325 H. Guru Marzuki melanjutkan
perjalanan ke Kota Mekkah menggunakan kapal layar dengan memakan waktu
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, dengan persediaan makanan yang sangat
sederhana dan apa adanya. disertai dengan ketawakkalan yang sangat tinggi
kepada ilahi Robbi. Di Mekkah Guru Marzuki belajar kepada para ulama dan udaba
dan Hukama. Seperti :

















Begitu banyak sekali guru-guru beliau, wajarlah ilmu yang
beliau peroleh sangat banyak. Disana Guru Marzuki belajar dengan tekun dan
penuh perhatian terhadap ilmu, doa dan munajat tak henti-hentinya beliau
lakukan baik diwaktu belajar maupun dikala shalat malam. Membaca dan
memutholaah terus berjalan, berbagai macam ilmu beliau pelajari, mulai dari
fiqh, ushul fiqh, tafsir, hadits hingga ke ilmu mantiq ( logika ). Berbagai
macam kitab kuning beliau dalami bagaikan mencari mutiara didalam dasar lautan
yang dalam. Beliau juga mendalami tasawuf dan memperoleh ijazah untuk
menyebarkan tarekat Alawiyah dari Syeikh Muhammad Umar Syatho, saudara dari
Syeikh Abu Bakar Syatho pengarang kitab I’anatu Tholibin syarah dari
kitab Fathul Muin, yang terdiri dari empat jilid. Syeikh Umar
Syatho memperoleh tarekatnya dari syeikh
Ahmad Zaini dahlan. Cara belajar di Mekkah tidak sama dengan cara belajar
sekarang dalam bentuk lembaga-lembaga atau Universitas, di Mekkah belajar
dengan bentuk halaqoh-halaqoh atau lingkaran. Setiap halaqoh membahas satu
bidang ilmu seperti fiqh, Nahwu, hadits atau Tafsir.
Dalam waktu yang cukup singkat Guru Marzuki menghabiskan
waktu belajarnya di Mekkah selama 7 ( tujuh ) tahun, karena mendapat surat dari
gurunya Said Usman agar kembali ke
Jakarta. Coba anda pikirkan dalam waktu tujuh tahun, waktu yang sangat
singkat,dibanding para pelajar lainnya ada yang sepuluh, bahkan sampai dua puluh tahun, Guru Marzuki
sudah dapat memperoleh ilmu yang sangat luas.Semuanya bisa berhasil karena
kesungguhan, ketukunan, kesabaran dan kecerdasan Guru Marzuki serta iringan doa
agar mendapat kemudahan dalam menuntut ilmu .Rupanya usaha dalam menuntut ilmu
yang dilakukan Guru Marzuki sesuai dengan methode belajar yang didalam kitab Ta’limul
Mutaallim.seperti ungkapan syair dalam Ta’limul Mutaallim:
“Kau idamkan menjadi seorang
faqih yang menganalisa
padahal kau tak mau merasakan
susah. Macam-macam saja penyakit gila ini’
‘Tidak bakal engkau memboyong
harta tanpa ada penderitaan
Maka ilmu pun demikian pula”.
B.4. Kembali Pulang ke kampung halaman
Disaat
merasakan kenikmatan dalam belajar, Guru Marzuki mendapat sepucuk surat dari
gurunya di Jakarta Said Usman Banahsan supaya Guru Marzuki kembali kekampung
halaman untuk menggantikan Said usman dalam mengajar. Maka atas persetujuan
guru-gurunya Guru Marzuki kembali ke kampung halamannya di Rawa Bangke pada
tahun 1332 H. setibanya di Rawa Bangke,
Guru Marzuki disambut oleh ibundanya tercinta dan Said Usman banahsan dengan
rasa gembira karena, pemuda yang didambakan
dapat kembali dengan selamat sambil membawa bekal ilmu yang tentunya
akan disebarkan dikampung halamannya. Guru Marzukipun merasakan demikian, tujuh
tahun lamanya tak bertemu ibunda tercinta, guru dan sanak keluarganya. Rasa
gembira telah berlalu. Kini Guru Marzuki mendapat tugas dari gurunya Said Usman
Banahsan untuk menggantikannya dan mengajarkan murid-muridnya. pada saat itulah
Guru Murzuki mulai mengembangkan
karirnya sebagai dai dan santri dari kota Mekkah untuk menyebarkan agama Allah
yang hanif. Ditengah asyiknya Guru Marzuki mengajar, Allah Swt memanggil orang
yang sangat dicintai oleh Guru Marzuki, yaitu guru tercintanya Said Usman
Banahsan. Satu ujian yang besar bagi Guru Marzuki disaat pertama kali
menyebarkan ilmu di Rawa Bangke. Tetapi hal itu tidak mengurangi semangat
beliau dalam meyebarkan agama Islam, Guru Marzuki terus maju untuk membimbing
orang-orang yang jahil agar mereka dapat mengenal dan membedakan mana yang hak
dan bathil
Guru Marzuki adalah orang
yang sama halnya dengan orang lain, beliaupun ada keinginan untuk menikah dan
memiliki keturunan yang kelak akan menggantikan dan meneruskan perjuangan
beliau. Beliau menikahi empat orang wanita. Dua orang beliau nikahi selama tinggal di Rawa Bangke dan dua orang lagi
beliau nikahi setelah beliau pindah ke kampung Muara. istri yang pertamanya
bernama HJ. Sholihah binti H. Amrulloh dan istri yang kedua adalah Hj Malilah
binti H. Ahmad. Sedangkan dua wanita yang belaiu nikahi selama belioau tinggal
di muara adalah : pertama: HJ. Hasanah binti H. Mi’an dan Hj. Fatimah binti H.
Zayadi. Dalam menjalani kehidupan yang baru ini, disertai beban tanggung jawab
atas keluarganya, istri dan anaknya yang akan diberikan bimbingan dan
pendidikan agama, tidak mengurangi semangat juang Guru Marzuki dalam membina
umat dan mengajar.Beliau sangat tegas terhadap keluarganya dalam memberikan
pendidikan agama. Beliau ingin membangun sebuah pondok pesantren. Sebagai basis
untuk membina umat.
B. 5. Pindah ke kampung Muara dan mendirikan pondok pesantren
Melihat perkembangan
dakwah di Rawa Bangke tidak begitu pesat, dan lingkungannya yang sudah rusak
serta banyak sekali rintangannya dalam usaha menyebarkan agama Islam, terlebih
khusus dalam membangun sarana pendidikan sebagai wadah untuk mencetak para
ulama-ulama terkemuka. Maka pada tahun 1340 H. Guru Marzuki memutuskan untuk
mencari tempat yang tenang dan sesuai dengan keinginan beliau untuk membangun
pesantren. Ternyata kampung Muaralah tempatnya yang Allah Taqdirkan sebagai
kampung yang harum, tempat untuk mencetak kader-kader ulama dan Muballighin yang
memiliki kemampuan barbagai macam bidang ilmu agama.
Kampung Muara adalah satu kampung yang masih sepi,yang
dipenuhi oleh banyak pohon serta bukit-bukit kecil.dengan penduduk yang masih
sangat sedikit. Letaknya berada dipertengahan antara pasar kelender dan mester
( Jatinegara ). Tidak jauh lokasinya dari tempat kelahiran Guru Marzuki di Rawa
Bangke yaitu sebelah Timur dari Rawa bangke kira-kira satu kilo meter jaraknya
dari rawa bangke. Kampung Muara ini di kelilingi oleh dua sungai yang dahulu
masih jernih sekali. Sebelah Timur, kali sunter dan sebelah Barat, kali
Cipinang. Kedua kali ini ternyata mempunyai titik Muara yang letak persis di
sebelah ujung ( Utara ) perbatasan
kampung muara dengan Cipinang Jagal.
Guru Marzuki bersama keluarga, istri dan anaknya pindah
kekampung Muara. Mengambil lokasi sebelah selatan berdekatan dengan kali
sunter. Ditempat inilah Guru Marzuki membangun pesantren. Dan basis untuk
menyebarkan agama Islam Pondok pesantren yang beliau dirikan ini dipenuhi oleh
santriawan dan santriwati. Sebelah Timur dekat pinggir kali yang sekarang
dibangun Masjid Al-marzuqiyyah serta Kuburan
beliau, adalah tempat pondok para santri laki, sedangkan sebelah
Barat adalah pondok untuk santri wanita.
Santri yang menimba ilmu disitu ada yang tinggal atau mondok dan ada pula yang
pulang pergi. Pendidikan yang beliau ajarkan tidak asing lagi yaitu Fiqh,
tauhid, nahwu shorof, tasawuf, hadits mantiq dan lain-lain dari bermacam-macam
fan ilmu pengetahuan agama Islam. Banyak orang-orang yang berduyun-duyun datang
ke kampung Muara untuk menimba ilmu kepada Guru Marzuki, baik yang berasal dari
kampung Muara sendiri, kampung sebelah atau dari luar seperti: Bekasi, Sumatra
Barat, Palembang dan kota Jakarta sekitarnya.
Ilmu dan metode yang
Beliau ajarkan tidak beda dengan pondok -pondok pesantren salaf dimasanya yaitu
pendalaman kitab-kitab kuning dan cara membaca serta memahaminya. Namun yang sering disebut-sebut orang adalah murid membaca kitab Beliau menyimak
tanpa memegang kitab, bahkan sambil berjalan-jalan ke kebun-kebun Beliau. Bila
murid salah dalam membaca kitab, Beliau tidak membetulkan tetapi memukul,
supaya diulangi lagi dan dilancarkan bacaannya kepada murid-murid seniornya.
Beliau seorang Guru yang sangat tinggi perhatiannya kepada murid-muridnya.
Sering memberikan nasehat dan motivasi kepada murid-muridnya.
B. 6. Kegiatan Guru Marzuki diluar pesantren.
Guru Marzuki tidak hanya
mendidik santri yang mondok dilingkungan pesantren, tetapi beliau juga mengajar
keluar, ke langgar ( musholla ), ke mesjid dan tempat-tempat majlis lainnya
baik yang didalam kampung muara atau diluar kampung Muara, seperti Prumpung,
Cipinang Besar, Rawa Bangke dan lain-lain. Dalam memberikan pengajaran ilmu
agama diluar pesantren ternyata banyak juga orang yang ikut untuk menimba ilmu
darinya, meskipun datang dengan kondisi yang masih sulit sambil membawa lampu
colen atau obor dimalam hari yang gelap gulita.
Beliau adalah seorang
ulama yang sangat prihatin terhadap masalah aqidah, sehingga diantara
karangan-karangan beliau banyak yang beliau karang tentang ilmu tauhid. Seperti
Sirojul Mubtadi, Sabiluttaqlid, dan Zahratul Basatin Banyak-banyak orang-orang
tua sekarang yang pernah mengalami belajar kepada Guru Marzuki khususnya yang masih hidup ditahun delapan puluhan, masih ingat tentang hapalan sifat-sifat Allah
dan istilah-istilah dalam ilmu tauhid.Guru Marzuki dalam membina serta
mengajarkan kepada Murid-muridnya sangat Arif, sabar serta tegas.
Terutama kepada orang
wanita. Beliau menganjurkan kepada muridnya yang wanita agar memakai kain
sarung sampai menutupi seluruh tubuhnya hingga yang terlihat sedikit wajahnya
atau istilah lain disebut dengan “berkerebong”, hingga kini masih terlihat satu
atau dua orang nenek-nenek yang mengenakan busana kain sarung dipakai menutupi
kepalanya. kaum wanita tidak diperbolehkan bergaul oleh laki-laki yang bukan
mahromnya, bila ketahuan maka Guru Marzuki tidak segan segan untuk memukulnya.
Begitupula kaum wanita tidak diperbolehkan untuk bersuara didekat laki-laki
khsusnya menyanyi atau berqosidahan sampai terdengar oleh laki-laki.
Guru Marzuki seorang ulama yang sangat disegani dan
memiliki kharisma yang tinggi. Bila ada orang yang sedang berkumpul, ketika
mendengar suara kuda Guru Marzuki maka mereka semuanya kabur takut ketahuan bahwa mereka sedang
menongkrong. Guru Marzuki pergi keliling kampung Muara baik mengajar ataupun
berdakwah sambil mengendarai kuda. Kuda yang Guru Marzuki miliki hanya dua,
pertama dinamakan “hitam” dan yang kedua dinamakan “Gel” kedua kudanya ini sangat
menurut kepada beliau.
Disela-sela mengajar Guru Marzuki termasuk orang yang
sering didatangi para tamu yang berkunjung kerumahnya baik dari masyarkat
sekitar kampung , kawan-kawannya dan tamu dari luar kota atau
luar Negeri.seperti Syeikh Muhammad Ali Al-Maliki yang pernah berkunjung
ke kediaman Guru Marzuki, dengan kedatangan gurunya , Guru Marzuki sangat
ta’zhim sekali kepadanya. Sehingga ketika gurunya akan menaiki kuda, Guru
Marzuki menyiapkan punggungnya sendiri sebagai tempat injakan untuk menaiki
kuda. Bila kita perhatikan betapa besar penghormatan Guru Marzuki kepada
gurunya yang telah memberikan ilmu pendidikan kepadanya, meskipun beliau sudah
menjadi seorang guru juga, tetapi beliau tidak ingin sifat sombong tertanam
dalam dirinya.
Perhatian Guru Marzuki kepada masyarakat, khususnya orang
yang faqir miskin sangat tinggi, terutama orang faqir yang mau ibadah, bahkan
salah seorang muridnya yang selalu melayani Guru Marzuki dan membantunya
dikasih tanah yang cukup luas.Dan Guru Marzuki
pernah mengalami keadaan yang sangat mengenaskan, seorang ulama yang
tersohor mau mengorbankan apa yang dimilikinya demi mensyiarkan agama Allah.
Misalnya : disaat Guru Marzuki pulang kerumahnya, beliau ditanya.”kainnya mana
guru ? Guru Marzuki menjawab:” Saya kasih orang yang perlu kain saya untuk
ibadah, yang penting orang itu mau ibadah, maka saya kasih”. Coba perhatikan
adakah seorang yang mau mengorbankan pakaiannya datang dengan tak
berbusana hanya sekedar menutupi aurat,
demi mengajak orang untuk beribadah kepada Allah.?
Guru Marzuki seorang Ulama yang cinta kepada ilmu suka
membahas permasalahan-permasalahan yang
bertolak belakang untuk dicari mana yang lebih berhak dan diterima. Misalnya
fatwa yang dikeluarkan oleh Habib Usman bin Yahya mengenai mustahil imkanur
ru’yah pada hilal yang dibawah tujuh derajat. Guru Marzuki membuatkan risalah
kecil mengenai menjawab pada orang yang menolak Said Usman yang berfatwa bahwa
hilal dibawah tujuh derajat mustahil imkan ( dilihat ). Beliau tulis dalam
karangannya yang bernama”Fadhlul Rahman Fi Raddi Man Rodda ahlmarhum Said
Usman”
Risalahnya telah
dibenarkan oleh Penghulu lender Mester Kornelis H. M. Tholib dan Hop penghulu
lender Betawi H. M. Hasan. Dan ada lagi, disaat tengah malam Guru Marzuki
didatangi oleh muridnya yang bernama Guru Mustakim datang kerumahnya pada
tengah malam untuk membahas suatu permasalahan. Hal ini ditanggapi oleh Guru
Marzuki dengan senang hati meskipun sudah larut malam, beliau keluarkan
kitab-kitab guna mencari titik permasalahan ilmu yang sedang dihadapi oleh
muridnya, beliau tidak marah dan tidak mengatakan sudah malam, besok saja. Ini
pertanda Guru Marzuki adalah seorang Ulama yang benar-benar ahli dalam fan ilmu
agama serta mempunyai sifat toleran yang sangat tinggi.
Guru Marzuki bukanlah seorang ulama yang hanya
menekuni bidang ilmu saja, tetapi beliau
seorang ulama yang juga menekuni wiridan-wiridan. Diantara yang beliau lazimkan
untuk diwiridkan selain membaca alquran adalah Dalailulkhairat.
Seorang
yang Mujahadah dalam menuntut serta menyebarkan ilmu sudah tentu Allah akan
memberikan pangkat yang tinggi serta diberikan karomah,Guru Marzuki seorang
ulama besar dan istiqomah juga mendapatkan karomah dari Allah swt. Hal ini pernah dialami oleh H. Tijan yang bermaksud
mengadakan pernikahan anaknya dengan hiburan musik dan topeng. Melihat hal
semacam ini Guru Marzuki tidak suka, karena hiburan semacam ini tidak
dibolehkan dalam agama. Maka disaat Perayaan akan dimulai hujan turun sangat
lebat selama dua hari dua malam.dan orang tidak ada yang datang keperayaan
tersebut. Guru Marzuki juga seorang ulama yang tidak ingin diphoto atau
digambar. Karomah dari Guru Marzukipun tampak ketika Beliau bersama-kawan dan
murid-muridnya hendak diphoto di masjid Jami’ al-Anwar, semua kawan dan
muridnyadapat diphoto dan ada gambarnya, sedangkan Guru Marzuki tak terlihat
bentuk gambarnya. Dan kuburannya pun pernah seseorang wartawan dari satu
majalah yang ingin mengambil gambar dari kuburan Guru Marzuki, pernah mengalami
kejadian yang tidak biasanya, ketika akan mengambil gambar atau memphoto
kuburan Guru Marzuki kodaknya atu filmnya terbakar. Dan masih banyak lagi
karomah-karomah Guru Marzuki yang belum terucapkan oleh orang-orang yang
merasakan kejadian dari karomah Guru Marzuki.
B.7. Tuan Guru Marzuki berpulang ke rahmatulloh
Sebagai manusia yang
memiliki sifat jaiz sama halnya dengan Rasulullah saw. Guru Marzuki jatuh
sakit. Semua muridnya datang dan menjaga Guru Marzuki. Tetapi keputusan Allah
tidak ada yang dapat merintanginya bila Allah telah memutuskan. Semuanya pasti
terjadi atas kehendak Allah. Akhirnya pada hari Jumat yang amat sejuk jam 06.15
pada tanggal :25 rajab 1352 Guru Marzuki pulang kerahmatullah dengan
husnulkhotimah. Malam sebelum hari wafatnya hujan turun sangat deras. Dan pada
siang harinya mendung tiada hujan. Ini pertanda orang yang meninggal dunia
adalah orang yang memiliki pangkat dihadapan Allah taala. Sehingga disaat
matinya Allah berikan pertanda yang tidak dapat dialami oleh orang yang tidak
mempunyai pangkat disisi Allah Taala. Jenazahnya dishalatkan sore hari ba’da
shalat asar. Karena banyak sekali orang yang datang untuk berta’ziyah kepada
Guru Marzuki dan keluarganya. Para muridnya, ulama dan semua orang kampung
hadir untuk menshalatkan jenazah Guru Marzuki. Acara shalat jenazah diimami
oleh Habib Ali bin Abdurrahman alHabsyi dari Kwitang. Dan jenazah beliau
dimakamkan di komplek pondok pesantren laki-laki. Sekarang dibelakang
kuburan beliau didirikan Masjid
Al-Marzuqiyyah
Kini Guru Marzuki hanya tinggal kenangan tak dapat
dilihat oleh mata, karena telah berpisah kealam lain. Bayak orang yang merasa
kehilangan obor sebagai lampu untuk menelusuri jalan yang masih kelam. Pelita
yang setiap hari menerangi kampung cipinang Muara. telah padam. Akan tetapi
meskipun Guru telah tiada, ilmu yang Guru Marzuki ajarkan kepada anak dan
Muridnya tetap hidup. Perjuangan Guru Marzuki setelah beberapa bulan
dilanjutkan lagi oleh anaknya yang bernama KH. Abd Malik dan KH. M. Baqir,
namun hanya berjalan beberapa bulan saja. Akhirnya salah seorang muridnya yang
akan menjadi mantunya mulai mencoba meneruskan perjuangan Guru Marzuki dan
menyalakan Api obor yang telah padam. Ternyata karomah Guru Marzuki turun
kepada mantunya. Beliau adalah KH. Muhammad Thohir bin H. Ja’man ( Guru Amad
Thohir) Dimasa perjuangan Guru Mad Thohir banyak pula orang yang berduyun-duyun
datang kekampung Muara dan Muara pun menjadi harum kembali hingga sampai Guru
mad thohir meninggal pada Tahun
1957.Maka Cahaya Muara tidak lagi sebagaimana dimasa perjuangan Guru Marzuki
dan Guru Amad. Demikianlah perjuangan Guru Marzuki dalam menyebarkan amanat
Allah taala
B.8. Hasil dari perjuangan beliau yang selalu menjadi
kenangan.
Guru Marzuki telah tiada Namun ilmunya tetap ada dan
hidup melalui karangan-karangan beliau dan murid-muridnya yang tersohor namanya
dilapisan masyarakat. Diantara karangan beliau adalah :







Hampir semua Murid-murid
Guru Marzuki menjadi ulama dan penerus perjuangan beliau, hingga muridnya yang
paling bodoh saja, menjadi ustaz, begitulah kata orang-orang tua dahulu yang
tinggal diderah Cipinang Muara
Inilah peninggalan Guru
Marzuki yang sangat berharga dengan adanya
Murid-murid beliau yang
selalu meneruskan sepak terjang Guru Marzuki dan menegakkan amanat Allah swt
hingga menjadi orang yang terkenal dikalangan lapisan masyarakat kampung atau
luar. Diantaranya adalah :
1.
KH. Muhammad Thohir dari Malaka
2.
KH. Nur Ali dari ujung harapan.
3.
KH. Mukhtar Tabrani. Dari kaliabang
nangka bekasi
4.
KH. Mahmud dari Cikarang
5.
KH. Maisin dari Klender
6.
KH.Ahmad Mursyidi dari Klender
7.
KH. Mustaqim dari pondok ungu Bekasi
8.
KH.M. Zainal Arifin dari Sumatera
9.
KH. M. Ilyas dari Palembang
10. KH.
Abdullah Syafii dari Bukit Duri
11. Habib
Umar bin Usman Banahsan.
12. KH.
Hasbiayallah dari Kelender
13. KH.
M. Yunus ( Muallim Yunus ) dari Bukir Duri
14. KH.
Thohir Rohili dari Kampung Melayu
15. KH.
Abdul Hadi dari kebembem
16. KH.
M. Hasan dari Cawang
17. Muallim
H. Hamzah dari Cipete
18. KH.
Sodri dari Pisangan Lama
19. Guru
M. Sholeh dari Kemayoran.
20. Guru
H. Arsyad dari Kandang Sampi Cakung.
21. Dan
masih banyak lagi nama-nama murid Guru Marzuki yang menjadi ulama terkenal yang
tidak disebutkan namanya.
C. Penutup
Guru Marzuki adalah Seorang ulama yang mempunyai semangat
yang tinggi terhadap ilmu agama. Baik disaat Beliau masih muda atau sudah tua.
Beliau mengajarkan ilmu kepada
murid-muridnya penuh dengan keikhlasan disertai dengan nur yang memancar dari
dalam dirinya, sehingga ilmu yang Beliau sampaikan menjadi ilmu yang manfaat.
Dan Beliau benar-benar menjadi ulama yang disegani baik disaat beliau masih
hidup dan setelah wafat. Sifat ketegasan dan keistiqomahan yang beliau miliki
itu menjadi bukti atas keberhasilan Beliau dalam menyebarkan ilmu Allah swt.
Beliau ulama yang tidak hanya gemar kepada ilmu saja
walaupun ilmu itu ibadah yang sangat tinggi nilai dan derajatnya, tetapi beliau
juga, seorang ulama yang amilin dan babnyak beribadah baik dengan shalat
sunnah, membaca quran, berpuasa ataupun berzikir. Sehingga dari ilmu yang
Beliau tuntut dan diamalkan. Allah mengangkat derajatnya dan selalu dikenang
dan disebut orang sebagai ulama yang amilin dan mujahidin dan sholihin. Maka
kekaromahannya pun nampak disaat beliau berjuang untuk menyebarkan agama Allah
swt.
Berdasarkan latar belakang pengalaman pendidikan beliau,
terlihat bahwa beliau menggunakan metode pendidikan konvensional.
Referensi





Penulis
H. Abdullah Ahmad Muara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar